Minggu, 19 Februari 2012



Lanjutan dari Episode Baru

Kelas 1.1

          Senin, 14 Juli 2003 aku telah memulai di sekolah yang baru. Perlahan tapi pasti aku memasuki gerbang SMAN 3 Sragen yang kala itu masih jelek, pagar besi warna biru yang sudah usang dimakan usia, berkarat. Gedung sekolah yang yang sudah mulai pucat, layu termakan usia, seperti tidak terurus sekian lama. Banyak cat gedung yang terkelupas. Dari depan, masih nampak tulisan “sekolah pendidikan guru 1950”, walaupun berusaha ditutupi dengan bangunan yang ada didepannya. Tapi tulisan itu masih nampak dengan jelas olehku jika dilihat dari samping. Rupanya sekolah ini bekas SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sebelum akhirnya dirubah oleh pemerintah menjadi SMAN 3 Sragen sekitar tahun 1990-an. Langkahku semakin cepat memasukki gerbang sekolah menuju papan pengumuman untuk pembagian kelas. Aku tidak sendirian. Dari gerbang yang lain, aku melihat banyak anak-anak baru mulai berdatangan juga masih lengkap dengan pakaian seragam SMP nya. Suasana semakin ramai oleh siswa baru yang bersemangat menyambut sekolah baru mereka. Ada yang datang dengan sendiri, ada juga yang sama temannya (mungkin teman SMP), ada juga yang masih diantar sama orangtuanya (huffff...dasar anak manja, teriakku dalam hati). Aku termasuk yang datang sendiri.

            Pembagian kelas pun telah selesai diumumkan. Aku mendapat tempat di kelas 1.1. Aku bertanya dalam diri sendiri, mengapa aku ditempatkan di kelas 1.1? Kala itu aku sempat kepikiran, kelas 1.1 apakah tempatnya anak-anak cerdas?, sehingga aku ditempatkan di kelas ini?? Ah...tidak mungkinlah aku secerdas yang dimaksud. Nilai ku kan pas-pas an ketika aku masuk sekolah ini. Tanpa pikir panjang aku segera menepis perasaan itu. Mungkin sudah di acak sedemikian rupa sehingga aku mendapat bagian kelas 1.1. Pikirankupun kembali melayang-layang terusik dengan sebutan kelas yang agak aneh menurutku. Mengapa sekolah ini menggunakan nama kelas 1.1, 1.2, 1.3..... sampai 1.8, bukan menggunakan kelas 1.A, 1.B, atau 1.C ...1.H saja??? Rasanya agak asing saja di telinga. Dulu waktu SMP, kelas di bagi menjadi A, B, C dan sterusnya..., dan menurutku itu lebih senak didengar ketimbang menggunakan angka. Huffff... jadi bingung sendiri saja. Aku terima sajalah, daripada malah tambah pusing mikir itu.

            Aku langsung mencari kelas 1.1. Kulangkahkan kaki ini secepat mungkin untuk mencari kelas 1.1. Ternyata sekolahan ini begitu besar, diluar apa yang aku kira. Pandanganku tertuju pada sebuah lahan di dalam sekolah. Sawah, kebun, lahan luas yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan tinggi. Sungguh aneh, batinku dalam hati. Bagaimana mungkin di dalam sekolah bisa ada sawah, kebun dan lahan yang masih sangat luas dengan pohon-pohon besar seperti ini???? Wah,..ternyata sekolah ini sangat unik. Kenehanku semakin bertambah, tatkala aku menuju blok kelas 1.1 sampai kelas 1.8, jalan menuju kelas itu serasa berada di rumah sakit. Jalan berlorong dan berkelok-kelok lengkap dengan tiang-tiang besi berwarna biru di sebelah sisi dan kanan dan kiri, atap-atapnya pun mirip seperti di rumah sakit, jalannya pun lumayan panjang. Di sebelah kanan terlihat lahan kebun dan sawah yang masih lumayan luas. Kulihat lahan disana seperti tidak terawat, semak belukar menjalar kemana-mana, rumput-rumput semakin tak terawat, daun-daun dari pohon yang berwarna kuning berguguran dimana-mana. Sekolah macam apa ini, ini pantasnya disebut rumah sakit yang berada di dalam hutan, kataku dalam hati. Hanya sawahnya saja yang sedikit terurus. Apakah sekolah ini tidak ada penjaganya, sehingga sekolah ini kelihatan tidak terawat. Ah..pasti ada penjaganya, tapi mungkin kurang maksimal dalam merawat sekolah ini, sehingga kelihatan begitu kurang terawat.

          Aku semakin berjalan cepat menuju kelas yang kucari. Aku larut dalam lamunan dalam berjalan. Pakaian yang kukenakan seragam SMP membuat aku merasa masih anak SMP, sulit di percaya begitu cepatnya waktu berjalan sehingga aku sekarang sudah masuk di SMA. Topi SMP warna biru, celana pendek warna biru tua dan baju putih dengan atribut OSIS warna kuning yang tertempel di kantong saku baju dan atribut nama sekolah bertuliskan ‘SLTP Negeri 1 Tanon, Sragen” yang tertempel di langan baju sebelah kanan sebentar lagi aku akan tanggalkan. Baju putih dengan atribut OSIS warna coklat tua dan celana panjang abu-abu siap aku kenakan untuk menggantikannya.

            Langkahku terhenti di depan sebuah kelas yang bertuliskan 1.1. Aku mengamatinya berkali-kali untuk meyakinkan bahwa yang kumasuki benar-benar kelas 1.1. Setelah merasa sangat yakin, akupun langsung masuk ke dalamnya. Hm....kelas yang tidak begitu besar, ujarku dalam hati. Kelas yang agak sedikit gelap karena pencahayaan sinar matahari yang kurang. Suasana kurang terang dalam kelas di sebabkan masih banyaknya pohon di sekitar samping kelas, sehingga cahaya matahari yang masuk kurang sempurna. Aku duduk diurutan meja noomor empat dari depan dari lima meja yang tersedia, dan di baris ke dua dari sebelah kanan dari 4 baris yang tertata. Satu meja digunakan untuk dua orang. Total siswa maksimal 40.

           Sejenak aku duduk sendirian di meja yang kupilih. Pandanganku mulai mengamati sekeliling ruangan kelas. Kuliahat di sebelah kiri dan kanan banyak foto pahlawan yang terpampang. Ada foto Jendral Ahmad Yani, Jendral S. Parman, MT. Haryono, dan beberapa tokoh pahlawan lainnya. Kulihat juga ada jam didnding yang sedang berdetak menuju pukul 07.00. Di bagian depan, nampak jelas gambar Presiden RI saat itu, Megawati Soekarno Putri beserta wakilnya Dr. Hamzah Haz. Tak ketinggalan pula gambar lambang burung garuda terletak diantara keduanya yang semakin menambah warna di ruangan kelas. Beberapa kapur terletak di atas meja guru dengan kondisi yang sudah patah-patah menjadi kecil, mungkin kapur bekas peninggalan tahun ajaran sebelumnya kataku dalam hati. Di dinding sebelah meja guru tergantug  2 penggaris kayu yang ukurannya cukup besar, satu penggaris lurus dan yang satu penggaris segitiga. Tak lupa ketinggalan vas bunga tiruan warna-wanrni menghiasi di meja guru yang di balut taplak berwarna merah hati, yang membuat mata ini menjadi sejuk melihatnya.

          “Hai Fit...” panggil seseorang anak yang tidak begitu besar dari samping kananku yang membuat lamunanku buyar. “Kamu di kelas 1.1 tho..?” “Iya..”,jawabku singkat. Anak itu kemudian duduk disampingku. Ternyata anak itu kenalanku waktu bertemu saat daftar ulang di sekolah ini. Galih, namanya. Anak kecil asli kota Sragen yang menurutku sangat gampang bergaul, dan agak sedikit belagu. Tapi sepertinya dia anak baik-baik, semoga saja. Kamipun langsung akrab, ngobrol kesana kemari sampai akhirnya bel berbunyi tanda waktu upacara hari Senin dimulai. Semua siswa kelas 1,2,3 bergegas menuju lapangan upacara untuk memulai upacara bendera hari Senin di tahun ajaran yang baru. Satu hal yang sangat aku tidak suka di hari Senin, upacara bendeara. Berdiri kurang lebih 30-45 menit membuat kaki ini seakan tidak kuat menahannya. Panas matahari yang menyengat semakin membuat gerah dan muak dengan sesuatu yang berkaitan dengan upacara. Pidato kepala sekolah yang sangat lama membuat telinga ini sudah tidak kuat menahannya. Hanya seperti gemericik air yang mengalir yang aku dengarkan dari pidato yang di sampaikan. Pikiranku melayang-layang entah keamana. 

        Teman-teman baruku pada asyik mengobrol atau sekedar berkenalan satu sama lain. Aku hanya terdiam. Sesekali si Galih yang merupakan satu-satunya orang yang aku kenal mengajakku untuk ngobrol. Akupun hanya cengar cengir mendengar gaya bicaranya yang belagu. Sesekali aku hanya mengucapkan kata “Ya” “He’em”, atau sekedar menganggukkan kepala tanpa berucap panjang lebar. Sebenarnya aku mulai bosan sih ketika ia mengajakku bicara. Aku merespon seperti itu agar tidak di nianilai sombong saja. Sebenarnya aku juga ga ngerti apa yang ia bicarakan..hehhehehe. Sepertinya teman-teman baruku sudah bosan dengan rutinitas upacara Senin. Meereka menghilangkannya dengan mengobrol satu sama lain agar tidak jenuh. Nampak dari kejauhan, sepertinya kakak-kakak kelas 2 ada yang pingsan. Kebanyakan cewek yang pingsan. Aku pikir mereka pada belum sarapan pagi, sehingga pingsan ketika upacara. Hemmmmm, dasar anak cewek manja, makanya sarapan kalo pagi...candaku dalam hati yang agak sedikit mebuat ketawa dalam diri. Akupun tersenyum sendiri...:). Upacara selesai juga akhirnya.... peserta pada bubar meninggalkan lapangan. Ada himbauan, agar siswa baru untuk tetap di tempat untuk dibari pengarahan dari kepala sekolah terkait pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS)/ Ospek bahasa ngetrend nya. Huffff...hal ini membuat kesal dan jengkel saja dalam diri. Akupun megikutinya dengan terpaksa. Panas matahari semakin menyengat ketika siswa baru diberi pengarahan oleh kepala sekolah. Layaknya ikan asin yang sedang dijemur. Matahari nampaknya kali ini kurang bersahabat denganku...aku terus dibakarnya hingga kulitku memerah, badan berbau keringat matahari. Matahari terus saja menyinariku, tanpa sedikitpun menanyakan keadaanku seperti apa. Mataku mulai sayu. Badanku mulai sempoyongan, namun aku tetap bertahan agar jangan sampai pingsan. Pengarahan dari kepala sekolah aku biarkan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Rupanya, bukan aku sendiri saja yang jengkel dengan keadaan seperti ini. Banyak dari teman-temanku yang tidak konsentrasi mendengar pengarahan kepala sekolah. Hanya terlihat beberapa siswa saja yang semangat mendengarkan. Dalam hatiku berkata, pasti beberapa siswa itu anak-anak pandai nantinya di kelas. Ah..aku tidak memikirkan hal-hal yang demikian. Bagiku yang terpenting saat ini adalah bagaimana aku segera meninggalkan tempat yang sangat menjengkelkan ini.

      Pengarahanpun selesai, akhirnya kita semua bisa bubar meninggalkan lapangan untuk masuk ke dalam kelas masing-masing. Akupun sangat senang. Kutatap matahari di atas sana yang di klilingi langit biru yang sangat luas bersama dengan putihnya awan-awan yang enggumpal bagaikan kapas. Rasanya aku ingin memarahinya, karena tidak mengetahui perasaanku di bumi yang sangat kepanasan tadi. Mataharipun hanya diam membisu, akan tetapi wajahnya tetap cerah mengeluarkan sinarnya yang panas kala itu, tidak menghiraukan cercaan dalam hatiku. Aku mulai bosan dengan sikapnya yang hanya diam saja. Kutinggalkan saja tatapan mataku terhadapnya. Aku segera tersadar tidak ada gunanya aku mencaci maki matahari. Coba bayangkan saja jika bumi ini tidak ada sinar matahari, semuanya bisa jadi membeku, semua makhluk akan mati. Aku telah salah dalam menilai matahari. Mari kita sejenak menyimak ayat Al Qur’an berikut ini;

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dia menentukan (manzilah-manzilah) bagi perjalanannya supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan hisab (perhitungan waktu). Alloh tidak menjadikan itu kecuali dengan benar. Dia menerangkan tanda-tanda-Nya bagi kaum yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)

         Wah...luar biasa ayat diatas. Ternyata aku kala itu salah menilai tentang matahari. Ternyata Alloh menciptakan segala sesuatu itu tidak ada yang sia-sia. Boleh jadi kita menganggap suatu hal itu buruk, namun disisi Alloh itu adalah hal yang baik. Juga sebaliknya, boleh jadi kita menganggap suatu hal itu baik, namun disisi Alloh itu adalah buruk.

Masa Orientasi Siswa (MOS)

          Aku mulai memasukki kelas yang baru, 1.1. Tak ada yang istimewa bagiku tentang pengarahan dari kepala sekolah tadi mengenai MOS. Mungkin karena aku tak mendengarkannya dengan seksama. Matahari yang panas tadi membuat konsentrasiku buyar dalam menangkap kata-kat yang keluar dari kepala sekolah tadi. Baiklah, kini sudah masuk kelas. Paling tidak rasa teduh kini berkawan denganku. Duduk di kursi kayu yang sangat keras, menghadap meja belajar yang sangat kotor karena coret-coretan pulpen dan tipe-ex siswa lama menghiasi pandanganku saat itu. Kutatap meja didepanku yang penuh coretan tadi. Ku pahami maksud dari coretan tadi. Ada beberapa kalimat panjang yang tertulis. Ada juga hanya sekedar tulisan cinta. Ada juga kata-kata kotor. Pokoknya lengkap sudah mejaku dengan segala kata-kata. Tampak disebelahku, si Galih sedang asyik berkenalan dengan teman-teman barunya. Di depanku duduk 2 anak cewek semua. Di belakangku,duduk 2 anak cowok. Aku bukan tipe orang yang banyak bicara. Aku mulai bosan dengan hanya menatap meja dan sekeliling tembok ruangan kelas. Perlahan kuberanikan untuk berbicara. Aku mulai berkenalan dengan teman-teman baruku, namun hanya sebatas  yang ada di depan dan yang di belakang. Ternyata di depanku 2 anak cewek itu bernama Alin dan Windhi..2 anak cowok di belakangku bernama Tomo dan Wahyu. Untuk sementara aku hanya mengenal 4 anak itu, ditambah Galih teman satu meja denganku.. Oya lupa ternyata aku baru sadar kalau di kelas ini ada teman ku dari SMP yang juga tetangga rumah, Ari Tantina. Wah... payah banget aku ini, kenapa baru aku sadari kalau selama ini ada teman SMP di dalam kelas ini...Jadi untuk sementara aku sudah punya 6 kenalan di kelas ini dari 40 siswa.

        Suasana semakin ramai di dalam kelas. Wali kelas belum masuk. Alin dan Windhi ternyata tipe anak yang cerewet, brisik banget. Tomo wataknya suka melucu, asyik kalo ngobrol dengannya. Aku jadi lebih akrab sama Tomo dibanding Galih. Wahyu, tipenya anak yang pendiam tidak banyak bicara seperti aku. Kelas makin ramai, tatkala ada siswa yang belagu, congkak, dekil, kecil dan kerjanya membuat gaduh. Ternyata baru aku sadari, dia anak yang tinggal kelas alias tidak naik kelas.

            Satu persatu aku amati setiap siswa yang belum aku kenal di kelas ini. Ternyata tampang-tampang dari desa banyak juga yang bersekolah di sini. Aku merasa tidak sendirian, setidaknya banyak anak kampung yang seperti aku. Aku merasa puas juga dengan kondisi seperti ini. Ternyata, anak kampung seperti ku dapat mengalahkan anak kota yang ingin masuk di sekolah ini. Jika tidak, mungkin kelas ini atau bahkan sekolah ini akan diisi oleh anak-anak kota semuanya. Aku semakin larut dalam kebaggaan terhadap diri sendiri. Nampak dari deretan meja sebelah kiri terlihat anak yang sepertinya bukan anak desa. Dari gayanya, menunjukkan dia anak asli kota. Ada sesuatu yang dipegangnya seperti remot. Jari-jarinya menari-nari di atas remot itu, seperti memencet-mencet sesuatu. Dia asyik dalam kesibukannya sendiri. Sesekali nampak dari mukanya tersenyum sendiri melihat benda seperi remot kecil itu. Terkadang di letakkan di telinganya. Oh..ternyata aku baru tahu, kalau yang di pegang anak itu telepon genggam alias HP. Hal yang jarang aku lihat di desa, Mungkin hanya pernah aku lihat lewat kakakku yang ketika pulang dari liburan kuliah membawa HP ketika di rumah. HP yang ketika di rumah cuma di taruh di meja saja. Ketika ingin mengirim pesan atau telepon seseorang harus keluar menuju sawah dulu untuk mencari sinyal.  Atau pernah juga aku lihat di televisi. Ya...HP yang kala itu masih menjadi barang yang langka dalam pandanganku. Tidak semua orang memiliki. Bagiku saat itu HP masih menjadi barang yang mewah dalam hidup, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memiliki. Akupun saat itu belum terpikir untuk memiliki HP dalam hidup, masih merasa belum perlu. Hanya beberapa orang saja dalam kelas ini yang memiliki HP, bisa dibilang mereka orang yang lebih dari cukup.

       Suasana kelas sesaat mulai hening. Sesosok ibu kecil, dengan rok abu-abu dengan menggunakan peci wanita khas PNS masuk ke dalam ruangan kelasku. Senyum mengembang dari bibir ibu itu. Senyum ramah dan hangat di tahun ajaran baru untuk menyambut siswa-siswa barunya. Semua pandangan anak-anak tertuju pada ibu itu.
“selamat pagi anak-anak”...sapa ibu itu dengan penuh semangat.
“selamat pagi bu....” jawab serentak aku dan teman-temanku.

“selamat datang di kelas baru, kelas 1.1 SMAN 3 Sragen ini. Perkenalkan nama saya Endang, panggil saja Endang P atau bu Endang kimia, karena saya akan mengajar pelajaran Kimia nantinya”. Di sini ibu di tugaskan dari sekolah untuk menjadi wali kelas 1.1. Jadi nantinya, ibu akan menjadi ibu kedua kalian di sekolah ini”.

           Aku sekarang tahu, ibu itu nantinya akan menjaadi wali kelasku di kelas ini. Huruf P dibelakang namanya aku tidak tahu kepanjangannya. Ibunya tidak menjelaskannya di kelas. Setahuku kakak kelas banyak yang menyebutnya bu Endang P atau Endang Kimia. Aku pikir, suatu saat nanti juga akan tahu sendiri kepanjangan huruf P di belakang nama itu.

“Baiklah anak-anak, sebelum kegiatan belajar dalam kelas ini dimulai, kalian semua akan diwajibkan untuk mengikuti kegian Masa Orientasi Siswa (MOS) atau masa pengenalan sekolah selama 3 hari; Senin, Selasa, Rabu. MOS ini wajib diikuti setiap siswa baru di sekolah ini dan harus tuntas. Jika tidak mengikuti MOS, akan ada sanksi berupa wajib mengikuti MOS tahun ajaran baru mendatang. Jadi, ibu harap kalian semuany bisa mengikuti kegiatan ini sampai selesai. Mengerti...?” Tanya ibu itu kepada kami.

“mengerti, bu...”jawab serentak.
“Baiklah, sekarang ibu akan izin undur dulu. Selamat mengikuti MOS”. Ibu itu akhirnya meninggalkan kelas.
Kuamati ibu itu perlahan meninggalkan kelas. Aku masih mengamati ibu itu. Berusaha mengingat fisik beliau, jika mungkin ketemu di jalan agar bisa menyapanya. Kuamati terus, wajahnya sedikit sudah agak tua sekitar 40-50 tahun usianya..,rambutnya sebatas pundak, tebal, warna hitam, agak sedikit mengembang dan bergelombang. Tingginya kira-kira sekitar 150 cm, memang tidak terlalu tinggi ibu itu.

          Kelas pun kembali bergermuruh oleh suara siswa. Banyak yang asyik berbicara sendiri, akupun tak ketinggalan. Suasana kelas kembali tenang, setelah ada sesorang yang masuk ke dalam kelas. Badannya lumayan tinnggi, memakai baju putih OSIS dan celana panjang abu-abu. Rupanya dia adalah anak OSIS. Pandanganku tertuju padanya. Sejenak kemudian, dia mulai berbicara di dalam kelas. Dia memperkenalkan dirinya. Namanya Kurniawan DM. Ketua OSIS SMAN 3 Sragen saat itu. Dia menjelaskan bahwa nantinya MOS ini akan di pegang oleh anak-anak OSIS. Bayanganku langsung melayang-layang. Pasti ini nantinya akan ada “gojlok”an nantinya alias perploncoan. Aku tidak gentar semuanya jika benar terjadi gojlok-an nantinya. Mentalku sudah terbentuk dari SMP dulu lewat Pramuka selama 2,5 tahun. Segala macam gojlok-an pernah aku alami. Bayanganku semakin melayang-layang memikirkan arah MOS yang akan dijalankan. Senior-senior “tengik” ini nanti pasti akan membuat ketakutan banyak siswa.

        Tak lama kemudian, ia menjelaskan perihal organisasi di sekolah di bawah OSIS. Dari gaya bcaranya, orang ini sepertinya sudah banyak makan garam tentang organisasi. Ia kemudian menjelaskan tentang salah satu organisasi di bawah OSIS adalah adanya bidang Kerohanian Islam (Rohis). Dia pun menjelaskan, semua siswa yang beragama Islam boleh ikut di Rohis. Akupun teringat pesan kakakku yang kuliah di Jember, jika nanti masuk SMA, ikut organisasi Rohis saja. Sejenak aku terdiam, berbicara dalam hati “wah kesempatan nih buat masuk Rohis”, aku pun langsung bertanya sama ketua OSIS itu.

“ Mas, kalau saya ikut Rohis bisa ga, tapi kan saya ga menjabat sie kerohanian Islam di kelas, gimana”.. tanyaku.

“Oh..bisa dik, semuanya bisa masuk Rohis bagi siswa yang Islam”. Kalau ada yang berkenan masuk Rohis silakan hubungi kakak-kakak di OSIS yang bidang Kerohanian Islam agar bisa di urus”. Jawabnya..

           Wajahku langsung berseri-seri mendengar jawaban dari senior itu.
Perkenalan dari OSIS pun usai. Kini giliran bebrapa orang lain masuk kedalam kelas. Mereka menyatakan akan mengatur jalannya MOS di kelas ku. Akupun mulai gusar mendengar pernyataan senior –senior itu. Wajah-wajah meraka menunjukkan kesombongan, tengik, angker. Itulah kesan ku pada meraka. MOS ini pasti akan berjalan tegang nantinya. Kekhawatiranku ternyata benar..Kami sekelas disuruh keluar menuju halaman depan sekolah. Diatur beris berbaris seperti tentara. Hal yang palin aku benci kal itu, ketika orang lain mengaturku sesukanya.

             Hari semakin panas saja. Peralata MOS seperti topi dari koran pun disuruh dipakai kepala. Ibarat seperti anak gelandangan saja. Memangnya sudah tidak ada topi lain lagi apa... Satu persatu disuruh baris berbaris, mulai dari langkah tegap, jalan di tempat, lencang kanan-kiri, lencang depan, istirahat di tempat dan segalanya di lakukan di halaman sekolah yang sangat panas kala itu. Hatiku semakin jengkel, bagaimana mungkin senior-senior tengik ini bisa sesukanya mengatur kami..aku hanya bisa menggerutu dari dalam hati. Jika ada gerakan yang salah, maka langsung di hukum push-up. Sungguh... ini merupakan penganiayaaan terhadap siswa baru. Aku sebenarnya sudah terlatih seperti ini tatkala aku ikut Pramuka 2,5 tahun waktu SMP dulu. Aku hanya kasian dengan temen-temanku yang tidak ada bekal seperti aku.

            Wajah-wajah kusut, bercampur debu warna coklat kehitam-hitaman pun menghiasi diri dan teman-temanku. Senior-senior tengik itupun tak henti-hentinya membentak-nbentak kami. Ingin rasanya aku memukul mereka, tapi apa daya aku tak sanggup, takut malah menambah masalah. Aku hanya terdiam dan terdiam mengikuti perintah senior-senior yang tidak bersahabat itu. Waktu sholat zuhur pun tiba, saatnya istirahat. Kami pun disuruh untuk menjalankan sholat zuhur. Hatiku tersa gembira, akhirnya bisa lepas juga dari cengraman senior-senior tengik itu.

             Aku langsung menuju masjid sekolah. Masjid yang sangat elok dalam pandanganku. Masjid sekolah yang terbesar yang pernah aku lihat dari masjid-masjid sekolah lain. Aku menuju tempat wudhu. Kubuka air kran itu dengan segera. Air jernih memancar keluar dari lubang-lubang kran yang kubuka. Air yang sangat bersahabat dengan ku. Air yang sekan ingin berteman denganku. Air yang seakan-akan mengucapkan selamat datang di sekolah ini kepadaku. Berharap aku rajin untuk membukanya setiap waktu sholat tiba. Berharap aku dapat memakmurkan masjid ini. Oh...sungguh luar biasa air ini. Begitu segar. Kelelahanku jatuh satu persatu setelah kubasuh muka ini dengan air wudhu...subhanalloh...rasa tenang dan damai menyelimuti hatiku. Mendinginkan emosiku yang seharian dirundung rasa jengkel dan sebal oleh senior-senior tengik. Aku mulai menunaikan sholat zhuhur berjama’ah dengan kawan-kawan. Setelah sholat selesai, aku duduk-duduk diserambi masjid sembari menunggu waktu MOS dimulai kembali. Rasa tenang dan sejuk menyelimuti diri ini ketika berada di dalam masjid. Ingin rasanya berlama-lama di dalam rumah Alloh ini. Ingin mendekat kepada-Nya. Warna cat putih masjid semakin menambah rasa tenang dan tentram ketika berlama-lama di masjid.

              Acara MOS pun dimulai lagi. Ingin rasanya kegiatan ini cepat selesai,agar cepat terlepas dari cengkraman senior-senior yang tengik yang sadis. Kegiatan banyak dilakukan diluar kelas. Acara MOS yang monoton semakin menambah rasa bosan ku terhadap kegiatan orientasi sekolah ini. Baris berbaris pun usai, ganti kegiatan lain yang sebenarnya ga ada manfaatnya bagi ku. Kulihat di luar sana nampak senior-senior kelas 2 dan 3 pada melihat kami yang sedang di gojlok oleh senior tengik yang menyebalkan. Sesekali pandanganku tertuju pada jalan raya di luar sekolah yang berlalu lalang kendaraan yang lewat. Mobil, motor, pejalan kaki semuanya tidak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kami. Kulihat burung dan kupu-kupu di luar sana terbang denga bebasnya. Ingin rasanya aku seperti mereka , terbang bebas tanpa beban. Rumput dan taman di halaman sekolah juga hanya diam membisu, seolah tak menghiraukan kami yang sedang dijemur di bawah teriknya matahari siang.

              Tiga hari sudah MOS dilaksanakan. Hari ini, Rabu. Hari terkhir MOS. Aku berharap agar hari ini cepet berlalu dan kau bisa langsung memulai pelajaran yang baru di sekolah. Serta ingin cepat-cepat rasanya segera mengenakan seragam putih abu-abu. Seperti biasanya, hari terakhir ini juga diisi dengan kegitan monoton dari senior-senior tengik itu. Jenuh. Bekal air dan makanan nasi yang aku bawa dari rumah ingin rasanya segera aku makan untuk menghilangkan stres selam tiga hari mengikuti kegiatan ini. Hari terakhir ini ada sedikit berbeda. Kami tidak lama-lama di jemur di bawah teriknya matahari.

             Aku dan teman-teman lain digiring masuk ke dalam aula sekolah. Senior –senior tengik itu seakan-akan ingin akrab denagn kami siswa baru. Acara diisi ramah tamah dari senior-senior yang selama hampir tiga hari ini menjengkelkan dalam benakku dan juga teman-teman. Mulai dari perkenalan mereka semua sampai menawarkan untuk ikut kegiatan di sekolah. Bosan rasanya mendengar celotehan mereka semua. Yang aku inginkan segera adalah berakhirnya kegiatan ini. Namun di dalam aula ini sepertinya masih panjang lebar acaranya. Semakin bosan saja aku mendengarnya.

             Di akhir acara, rupanya senior tengik itu belum berhenti berulah untuk menggojlok kami. Mereka marah-marah semua. Membentak-bentak kami lebih keras dari 2 hari sebelumnya. Omongan mereka seperti macan dan singa. Tak jelas sebab musababnya mereka memarahi kami sampai habis-habisan. Mereka seperti kerasukan setan. Payah. Pendidikan macam apa ini, ujarku dalam hati. Namun aku hanya terdiam membisu. Beberapa orang dipanggil untuk maju ke depan. Mereka di habisi dengan cara dimaki-maki oleh senior-senior tengik itu. Beberapanya ada yang menangis. Senior-senior tak ada yang bersimpati. Sampai pada puncaknya adalah “pertunjukan” dimana senior kelas 2 dan kelas 3 saling bentrok yang membuat semua siswa baru ketakutan, termasuk aku. Aku Cuma menggerutu dalam hati, pertunjukan macam apa lagi ini. Tak sedikitpun yang mendidik bagi kami, kegiatan orientasi yang sia-sia saja. Di akhir acara, para senior ternyata memberi kejutan kepada teman-teman yang di suruh ke depan tadi. Mereka diberi kejutan karena bulan Juli saat itu mereka ulang tahn...suasana kembali mencair. Tangis dan malupun ditunjukan teman-teman yang ada di depan. Sorak dan gemuruh pun menggema di aula. Aku hanya diam saja, sesekali cuma tersenyum, pura-pura ikut senang ikut acara ini. Aku hanya bisa berkata dalam hati, memberi kejutan kepada adik-adiknya yang lagi ulang tahun koq begini caranya. Kejutan yang tidak mendidik, kejutan yang tidak ada menfaatny sama sekali, kejutan yang membuat orang terlukai. Perlu dirubah pola pikir senior-senior tengik itu. Jika ingin memberi kejutan kepada adik-adiknya, berilah kejutan yang mendidik, yang bermanfaat. Karena kita seorang pelajar, berilah contoh yang mendidik. Karena kita adalah orang yang terdidik....bukan orang yang bodoh yang tidak mengerti pendidikan.

-----------------------------------bersambung-------------------------------------------
                                                                                       19 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar