Tulang kaki dari
laki-laki tua itu nampaknya masih kuat saja berjalan menyusuri panjangnya alur
kehidupan. Tak nampak sedikitpun kelelahan yang nampak dari tulang kaki
tersebut. Sepanjang hari kaki yang sudah sekian lama itu digunakan untuk berjalan.
Namun, tak sedikitpun tulang kaki tersebut mengeluh kepada sang empunya. Kuat,
kokoh, itulah yang bisa digambarkan tulang kaki tersebut setiap hari. Tak hanya
itu, tulang tangan dan mungkin juga bisa semua tulang yang ada di tubuhnya bisa
dikatakan kuat setelah sekian lama menempel di kulit yang sudah mulai nampak
keriput dan layu itu. Sama seperti halnya tulang kaki tersebut, tulang-tulang
yang lainpun sepertinya tak pernah mengeluh sedikitpun kepada sang empunya
setelah sekian lama menempel dan digunakan beraktifitas oleh empunya. 80 tahun
lebih kakek itu telah hidup di dunia ini, dan sampai saat ini masih ada.
Matahari mulai nampak keemasan, bersiap menyambut pagi.
Kicauan burung dan kokokan ayam menambah hangatnya suasana pagi.
Langkahnya
masih tegap dan kuat, walupun agak sedikit membungkuk karena faktor usia. Dengan
sedikit tergesa-gesa ia menuju kebun yang berada di belakang rumahnya. Rumah
yang sedikit miring yang terbuat dari bambu. Atapnya sudah banyak yang
berlubang karena termakan usia. Tiang-tiangnyapun sudah mulai keropos dimakan
hewan-hewan kecil yang orang Jawa biasa disebut hewan “thothor” . Rumput-rumput
dan ilalang yang sudah panjang tumbuh subur di halaman depan dan samping rumah,
dibiarkan saja tak terurus. Meja, kursi, lemari kelihatan tak terurus,
debu-debu bersarang di tempat itu. Hanya meja makan saja yang sedikit agak
bersih. Hening, sepi, sunyi, mungkin gambaran rumah itu. Hanya sebatang kara
saja yang tinggal di ramah tua nan kotor itu. Istri dan ank-anaknya entah
kemana. Mungkin istrinya sudah menainggal. Mungkin juga anak-anaknya sudah berkeluarga
sendiri di perantauan yang tak pernah kembali untuk menengok sedikitpun pada
ayahnya. Ah..itu cuma firastku saja, semoga saja tidak benar.
Tulang – tulang kuat itu selalu menemaninya setiap ia pergi
kemana dan dimana, sepanjang waktu. Jalan-jalan disusuri tanpa merasa lelah, demi
mempertahankan hidup. Nampak dari samping, sebuah tabung berukuran sedang yang
terbuat dari bambu selalu juga menemaninya. Tabung itu dikalungkan di lengannya
agar mudah dibawa. Dengan menggunakan
kaos dan celana pendek, kakek itu berjalan cepat menuju kebun. Pohon kelapa
yang di tuju.
Tanpa sedikit canggung, kakek tersebut memanjat pohon kelapa
itu dengan cekatan. Pohon kelapa yang mungkin sudah berusia belasan atau bahkan
puluhan tahun, jika dilihat dari tingginya pohon. Hampir 20 meter lebih. Dengan
cepatnya, kakek tua itu sampai juga di atas pohon kelapa. Tangannya tertuju
pada beberapa bunga kelapa yang mengandung gula yang telah di sadap, nira
kelapa sebutannya. Tangannya yang gesit, mencoba mengambil tabung bambu yang
telah dipasang sehari sebelumnya yang sudah berisi penuh nira kelapa. Untuk
kemudian digantikan dengan tabung bambu kosong yang dibawanya tadi, dan
menyadap beberapa bunga kelapa lagi. Dengan sekejap, kakek tua itu kembali
turun ke tanah dengan cepatnya. Tak nampak kelelahan dari raut wajah tuanya. 40
tahun sudah kakek tua itu bergelut dengan pohon kelapa. Sepertinya, kakek itu
bekerja sebagai pembuat gula jawa. Ya, hanya itu yang bisa diandalkan oleh kakek
tua itu untuk menyambung hidupnya. Tak terbayangkan jika kakek tua itu jatuh
sakit, atau pohon kelapanya sudah mati harus menggantungkan hidup dari mana
lagi.
Dengan langkah yang mantap, kakek tua itu kembali ke rumah
tua yang sudah usang itu. Dibukanya tabung bambu yang sudah penuh berisi nira
kelapa itu. Senyum mengembang terpancar dari raut muka kakek tua itu. Mungkin merasa
hasil sadapan hari ini lebih banyak dari kemarin, sehingga hasil gula jawa yang
akan jadi akan lebih banyak pula. Dituangkanlah nira itu ke dalam panci. Tanpa perlu
di ajari lagi, kakek tua itu sudah sangat mahir adalam hal pembuatan gula jawa.
Tungku dinyalakan dengan api yang terbuat dari kayu-kayu dan ranting yang sudah
kering dari kebun yang di dapatnya setiap hari.
Dengan sabarnya, kakek tua itu mengaduk-aduk nira yang
sedang dimasak di dalam panci. Warna merah kecoklatan sudah mulai nampak. Nira
yang semula encer berubah menjadi sedikit mengental. Diaduknya nira dalam panci
itu dengan sabarnya oleh kakek tua itu. Kesabaran yang jarang ditemui oleh
orang setua itu. Nira hasil olahan pun sepertinya sudah siap diproses
selanjutnya. Diangkatlah panci berisi nira itu dari tungku. Dengan agak sedikit
kepanasan, kakek tua itu mengangkatnya dengan dilapisi kain. Peluh keringatpun
bercucuran, bau sangit tercium sangat jelas dari tubuh kakek tua itu. Namun
disisi lain, wajah kegembiraan terpancar jelas dari kakek itu. Nira hasil
olahan lebih banyak dari hari sebelumnya.
Diaduk-aduklah nira itu dari panci yang sudah diangkat tadi.
Kakek itu mengambil cetakan gula. Dituangkanlah nira hasil olahan tadi ke dalam
cetakan. Yang berbentuk lingkaran kecil-kecil. Sehingga nantinya, gula yang
akan jadi itu berbentuk setengah lingkaran bulat. Didiamkanlah nira itu dalam
cetakan beberapa saat untuk didinginkan untuk kemudian siap menjadi gula jawa
yang manis. Namun sayang, nasib kakek itu tak semanis gula jawa yang dibuatnya.
Hidpnya hanya pas-pasan sekedar cukup untuk makan. Harga jual gulanya tak
sebanding pengorbanan kakek tua itu dalam membuatnya. Akan tetapi kakek itu
tetap memberikan senyumannya sebagai tanda syukur. Sebuah pelajaran yang sangat
berharga bagi saya.
Kakek tua yang hanya hidup sebatang kara, tanpa ada yang
menemaninya. Hidup susah, serba keterbatasan. Namun yang menjadi kekagumanku
adalah semangat dan daya tahan kakek tua itu dalam menempuh susahnya kehidupan
ini. Kakek tua yang mungkin bisa menjadi bahan pelajaran bagiku. Kakek tua yang
tanpa mengeluh menjalani hidup yang susah seperti ini. Kakek tua yang hidup
sederhana, tanpa merasa terbebani dengan susahnya hidup. Hanya kepada Alloh SWT
lah mengadu. Kakek tua yang yang masih dapat tersenyum dengan tulusnya dikala
susah.
Sedangkan kita, kita mungkin masih sangat jauh lebih muda
dari kakek tua itu, fisik masih sangat kuat, otak masih segar namun kita
terkadang masih banyak sering mengeluh
menjalani beban hidup ini. Kita juga tekadang sering putus asa dalam menghadapi
ujian dan cobaan hidup. Perihal sabar, mungkin kita jarang mengingatnya tatkala
kita sendiri yang mengalami ujian dan cobaan yang sangat berat. Dalam ajaran
agama kita Islam, dilarang utuk berputus asa dan dianjurkan bersabar dalam
menghadapi segala cobaan dari Alloh SWT. Kita juga sangat di anjurkan agar
selalu bersyukur dalam segala keadaan.
Dari kisah itu, saya dapatkan betapa sabar dan gigihnya
perjuangan seorang kakek tua itu dalam menjalani hidup. Kakek yang masih dapat
mensyukuri atas nikmat yang Alloh SWT berikan kepadanya. Kakek yang masih dapat
tersenyum dikala yang sebenarnya masih serba kekurangan. Kakek tua yang mungkin
satu dari sekian banyak orang tua yang tetap sabar dalam menjalani hidup susah
di tengah kesendiriannya. Kakek tua yang mungkin dapat saya jadikan inspirasi
dan motivasi dalam menjalani hidup ini.
Kisah perjuangan kakek tua ini saya dapatkan setelah saya
melihat siaran berita di TVRI Jogja hari Selasa, 21 Februari 2012 pukul 17.45
WIB.
Mari kita renungkan ayat-ayat Al Qur’an ini:
Alloh SWT berfirman:
“Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya
kalian beruntung.” (Aali ‘Imraan:200)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:155)
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar:10)
“ Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku”. (Al Baqoroh : 152)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah”. (Al Baqoroh: 172)
“ Maka makanlah yang halal lagi baik dari
rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah”. (An Nahl: 144)
1 komentar:
Makasi renungannya, semoga kakek itu selalu di beri petunjuk jalan yang LURUS dan DAPAT REZKI YANG HALAL...
SUKSES FITRIANTO
Posting Komentar